Rabu, 21 November 2012

Kelembagaan dan Lingkungan

Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya alam yang bersifat common-pool resources  (hutan, perikanan dan perairan) yang dilakukan oleh individu mempunyai potensi untuk mengurangi atau menghilangkan manfaat bagi yang lainnya.  Pemanenan kayu yang dilakukan oleh seseorang akan mengurangi ketersediaan sumberdaya bagi yang lainnya. Untuk mewujudkan pengelolaan common-pool resources yang baik dan bekelanjutan dibutuhkan institusi. Kata  institusi merupakan aturan yang manusia gunakan ketika berinteraksi di dalam situasi berulang dan terstruktur di berbagai tingkat analisis (North, 2005; Ostrom, 2005).  Jika tidak ada institusi yang mengatur pemanfaatan sumberdaya alam tersebut, bisa terjadi overharvested atau pemanenan yang berlebihan dan bahkan kerusakan sumberdaya alam (FAO, 2005; Mullon et all., 2005; Myers dan Worm, 2003). 
Pemodelan Masalah Open Akses
Bagi Teoritist institusi, pengembangan model formal telah menjadi perangkat yang sangat penting untuk menganalisis permasalahan pemanenan yang berlebihan terhadap common-pool resources dan bagaimana mengatasi kerusakan sumberdaya tersebut.  Pada tahun 1954, Gordon telah memperkenalkan model perikanan yang merupakan model statis common-pool resources, digambarkan sebagai berikut.

Pada sumberdaya perikanan yang bersifat open akses, mendorong setiap nelayan untuk melakukan penigkatan investasi usaha pemanenan yang berlebihan sampai mencapai ekiulibrium bioeconomic yakni pada titik EOA. Titik ini sebenarnya tidak optimal lagi, dimana titik optimal dan berkelanjutan terletak pada titik EMY.


Gambar 1. Model Gordon Bioekonomi Perikanan : Clark (2006, hal 11)
Pada sumberdaya yang bersifat common-pool resources, seperti perikanan, kehutanan dan perairan yang bersifat open akses, pendapatan akan meningkat pada kondisi jumlah yang memanen tidak banyak (optimal), akan tetapi jika jumlah yang memanen bertambah dan berlebihan akan menyebabkan pendapatan akan menurun dan tidak berkelanjutan. Ini terjadi karena jumlah yang dipanen melebihi kapasitas produktivitas sumberdaya tersebut.  untuk itu dibutuhkan sebuah institusi yang mengatur pemanenan sumberdaya yang bersifat common-pool resources agar pendapatan dapat optimal dan berkelanjutan.
Merekomendasikan Kelembagaan yang optimal
Praktek pemanenan yang berkelanjutan yang digambarkan pada model Gordon, dapat dicapai melalui tiga aturan atau institusi.  Beberapa aturan yang direkomendasikan sebagai 'yang optimal' terhadap common-pool resources adalah kemilikan  pribadi (Demsetz, 1967; Raymond, 2003), kepemilikan pemerintah (Lovejoy, 2006; Terborgh, 1999, 2000), atau kontrol masyarakat (Vermillion dan Sagardoy, 1999).
Ketiga aturan yang diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya di berbagai daerah dapat berhasil mengatur pemanenan sumberdaya sehingga tidak terjadi overharvested. Beberapa contoh telah memperlihatkan pemanfaatan common- pool resources  untuk mencapai hasil jangka pendek yang lebih efisien dan berpotensi untuk mempertahankan sumber daya jangka panjang.
Beberapa contoh penerapan common-pool resources yang kuasai oleh private dapat mencegah kerusakan sumberdaya dan  menciptakan pendapatan yang berkelanjutan. Sistem monitoring yang efektif merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang pengelolaan common-pool resources yang dikelola oleh privat. 
Menurut Lavejoy (2006) dan Terborgh, (1999), kepemilikan lahan oleh pemerintah hanyalah merupakan  cara untuk menghasilkan konsevasi yang berkelanjutan sepanjang tahun.  Akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh rimbawan secara independen terhadap hutan yang dimiliki oleh pemerintah dengan hutan yang dimiliki oleh privat dan comunal menunjukkan tidak adanya perbedaan secara siginfikan (Hayes, 2006; see also Gibson et al., 2005).  Ostrom and Nagendra (2006) justru menegaskan bahwa hutan yang dimiliki oleh pemerintah contohnya Mahananda Wildlife Sanctuary di bengal, India,  mampu mencegah deforestasi, tetapi menggunakan biaya administrasi yang tinggi dan menghadapi konflik yang besar dengan masyarakat lokal.
Common-pool resources yang dimiliki oleh komunal bukanlah merupakan panacea untuk mengatasi overharvestd, seperti halnya yang dimiliki oleh privat dan pemerintah.  Pengelolaan sumberdaya baik yang dikuasai oleh komunal mapun pemerintah dan privat semuanya mempunyai potensi yang efektif untuk mengurangi kerusakan, akan tetapi bergantung pada kondisi masing-masing.  Yang perlu disadari adalah tidak ada solusi yang sederhana dalam mengelola ekologi yang mempunyai komplesitas yang tinggi.

Dari Solusi Optimal  Menuju Tata Kelola Multi Level yang adaptif.
Sesungguhnya tidak ada aturan yang optimal yang dapat diterapkan pada bidang kehutanan, perikanan dan perairan. One-size fits-all solutions merupakan  sebuah kekeliruan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Teori kelembagaan perlu mengenali kondisi ekologi, kompleksitas, sifat non-linier, selforganising dan aspek dinamis serta beberapa tujuan dan skala spasial dan temporal yang terjadi.Untuk mempelajari semua variabel itu, yang paling penting adalah melakukan berbagai eksperimen, belajar secara sadar dan adaptasi. Untuk dapat mempelajari sistem sumbedaya yang kompleks tersebut , dibutuhkan pendekatan model
Memikirkan Rekomendasi Kebijakan
Beberapa kajian yang telah dilakukan secara berulang belum menemukan aturan yang spesifik untuk dapat diterapkan pada kegiatan di dalam common-pool resources yang lebih luas. Akan tetapi, hal yang pasti adalah bahwa tidak adanya aturan dan kontrol yang menjamin jumlah panen, waktu panen, dan teknologi yang digunakan merupakan sebuah gambaran kinerja yang buruk. 
Rancangan kelembagaan yang efektif tidak dapat dilakukan melalui pendekatan top down, akan tetapi melalui pendekatan eksperimen, menganalisis struktur common-pool resources dan perubahan struktur tersebut dari waktu ke waktu.
Melakukan Percobaan melalui Perubahan Peraturan
Kompleksitas lingkungan yang selalu berubah menuntut adanya perubahan kebijakan. Perubahan kebijakan sesungguhnya merupakan sebuah percobaan yang didasarkan pada harapan atas manfaat yang potensial dan distribusi manfaat untuk partisipan melalui waktu dan ruang.
Suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas dan tipe ekosistemnya beragam, tidak tepat untuk menerapkan satu (tunggal)  peraturan yang berhubungan dengan common-pool resources.  Peraturan bisa saja tepat di satu regional akan tetapi tidak efektif untuk yang lainnya. Perubahan kebijakan yang dilakukan secara sentralistik terkadang tidak tepat, karena subtansi masalah tidak terungkap secara benar. Perubahan kebijakan yang didasarkan atas kesalahan data tentang variabel kunci dan kesalahan asumsi tentang bagaimana aktor bereaksi dapat menimbulkan bencana.  Kita perlu memahami apa tingkat redundansi, tumpang tindih dan otonomi untuk membantu adaptasi aturan yang bekerja untuk sumber daya di bawah kondisi sosial-ekonomi tertentu. selanjutnya, kita perlu fokus pada bagaimana meningkatkan kekokohan lembaga-lembaga untuk gangguan yang beragam dari waktu ke waktu (Anderies et al, 2007; Janssen et al, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar