Oleh Sudirman
Dg. Massiri
Di Indonesia, sumberdaya alam yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh Negara, dengan harapan mampu
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak secara berkelanjutan.
Kenyataannya, harapan itu tidak semudah untuk dicapai, malah kepemilikian
sumberdaya alam oleh Negara banyak juga yang rusak. Ini menguatkan bahwa
sumberdaya alam atau buatan sesungguhnya dapat dimiliki secara pribadi,
kelompok, atau pemerintah. Apapun organisasi pengelola sumberdaya alam memiliki
masalah, baik itu pemerintah yang ada di daerah, BUMN sekalipun, yang disebut sebagai
masalah organisasi.
Kali ini akan saya uraikan masalah
organisasi yang bertalian dengan pengelolaan sumberdaya alam dan bagimana
organisasi dan personal yang ada dalam organisasi itu berperilaku. Teori
organisasi dapat membantu membimbing pengelolaan sumberdaya alam, dalam hal:
1.) Mengungkapkan potensi perubahan dan 2). Mengingatkan kemungkinan kegagalan
subuah perubahan. Teori organisasi dapat menjelaskan dan membantu mengatasi
praktek dan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak optimal dan tidak
berkelanjutan.
Dari sudut pandang organisasi terdapat
enam masalah yang terkait dengan organisasi dan pengelolaan sumberdaya alam,
yakni:
1.
Doktrin sesaat. Pengelolaan sumberdaya alam
terkadang hanya focus pada kelestarian produksi atau memaksimumkan nilai tambah
dan seolah mengabaikan atau melupakan ekosistem yang memiliki kompleksitas.
2.
Horizon waktu yang singkat. Organisasi
pengelola terkadang hanya fokus pada capaian-capaian jangka pendek dan kinerja
yang diukur hanyalah capaian jangka pendek. Padahal pengelolaan sumberdaya alam
itu bersifat long term. Personal
dalam organisasi pengelolaan sumberdaya alam memiliki horizon waktu yang
singkat untuk memajukan karir mereka, dan di sisi lain mereka juga dituntut mengelola sumberdaya alam untuk jangka
panjang. Orientasi karir personal dalam organisasi juga seringkali menghambat
organisasi itu mampu belajar. Individu bahkan unit kerja memiliki orientasi
jangka pendek karena kinerja organisasi jangka panjang cenderung tidak dihargai.
3.
Kontrol pemerintah yang bias. Di Indonesia, kita bisa melihat pemerintah mengambil alih kontrol
yang cukup besar dalam pengelolaan sumberdaya alam. Padahal kalau kita mau
jujur kapasitas kontrol pemerintah sesungguhnya lemah juga, dan jika pemerintah
itu mau meningkatkan kapasitas kontrolnya, bisa jadi enforcement
cost menjadi tinggi bahkan lebih tinggi dari apa yang dia
dapat dari sumberdaya alam itu. Kita bisa lihat pengelolaan Taman Nasional yang
mengandalkan kekuatan kontrol pemerintah, kenyataannya banyak taman nasional yang rusak. Selama ini kita
mengabaikan kekuatan masyarakat lokal dalam mengontrol sumberdaya alam secara
murah.
4.
Pengurangan
keanekaragaman.
Kebijakan yang dibuat pemerintah bersifat homogen (one size fits all) padahal situasi masalah dari sumberdaya alam itu beranekaragam. Artinya,
Satu kebijakan, selama ini, dibuat untuk mengatasi beragam situasi sumberdaya
alam. Semestinya kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Sulawesi berbeda
dengan di Jawa dan di daerah lain karena tiap daerah pastilah memiliki situasi
masalahnya berbeda.
5.
Tidak mengakui kegagalan kebijakan. Walaupun kebijakan
yang dibuat pemerintah tidak dapat mengatasi situasi masalah, tetapi sulit
baginya untuk mengakui kegagalan itu.
6.
Penegakan hukum yang lemah. Banyak ilmuwan
yang telah menemukan bahwa prasyarat kelestarian sumberdaya alam adalah
keberadaan penegakan hukum yang kuat. Tetapi ketika ini dicederai maka
pengelolaan sumberdaya alam itu tidak dapat berkelanjutan.
Dari
uraian di atas, Sesungguhnya terdapat
dua masalah pokok, jika dikelompokkan, yang dihadapi organisasi pengelola
sumberdaya alam, yakni masalah kompleksitas dan ketidakpastian, dan masalah
kepentingan baik itu kepentingan individu dalam organiasi maupun kepentingan
organisasi itu sendiri. Berikut ini akan diuraikan.
Kompleksitas dan Ketidakpastian
Kompleksitas
menimbulkan sejumlah kesulitan bagi organisasi yang diberi mandat mengelola
sumberdaya alam. Di dalam kompleksitas itu dapat menimbulkan ketidakpastian.
Namun, ketidakpastian tidak selalu berasal dari kompleksitas. Kompleksitas
menjadi masalah sendiri bagi organisasi untuk memahami masalah-masalah
ekosistem dan sistem sosial yang mempengaruhi
tindakan organisasi, melemahkan control organisasi, dan menimbulkan
konflik intra organisasi. Organisasi mengatasi kompleksitas melalui berbagai
bentuk, struktur dan adaptasi, termasuk departemenisasi, spesialisasi,
perencanaan strategi dan lain. Masalah yang kompleks itu pada akhirnya dibuat
menjadi sederhana supaya lebih mudah dikelola, meskipun fakta yang dihadapi
sesungguhnya tetap kompleks. Organisasi seringkali gagal mengatasi situasi yang
komplek ini. Untuk memahami kompleksitas yang dihadapi oleh organisasi, dibagi
empat aspek kompleksitas:
-
Kompleksitas
tujuan,
-
Kompleksitas
prosedur intra organisasi
-
Kompleksitas
system dalam pengelolaan
-
Kompleksitas
doktrin dan pendekatan
Simplifikasi
dari aspek yang kompleks di atas akan menyebabkan penyimpangan kebijakan dan
prakteknya. Oleh karena itu, persyaratan pembangunan berkelanjutan memerlukan
keseimbangan tujuan dan pembelajaran secara terus menerus khusunya berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat trade off, dan menyadari bahwa penyederhanaan tujuan
adalah ancaman langsung terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang
berkesinambungan. Meskpun begitu, upaya untuk mengurangi kompleksitas yang
terjadi dalam organisasi adalah melalui koordinasi, departemensasi,
spesialisasi yang tentunya membutuhkan koordinasi yang tinggi. Koordinasi itu memerlukan kompleksitas
prosedur intra organisasi .
Sejauh
ketidakpastian membutuhkan adaptasi, maka organisasi lingkungan dan sumberdaya
alam membutuhkan kapasitas untuk belajar.
Akan tetapi, kepentingan organisasi tertentu akan menimbulkan pola
belajar yang keliru. Contohnya adalah
penguasaan sumberdaya alam oleh pemerintah di Indonesia dan banyak di Negara
berkembang, menyebababkan kerusakan sumberdaya alam tetapi pemerintah tidak
dapat menciptakan organisasi pemerintah yang mampu belajar dari kegagalan itu
dan justru masih mempertahankan pola lama untuk mengatasi situasi tersebut.
Sebenarnya ini masalah kompleks sehingga
memerlukan proses belajar dan adaptasi.
Kepentingan
Individu
Dalam teori organisasi telah diungkapkan
bahwa aktor yang terlibat dalam
organisasi mengejar kepentingan baik melalui mandat organisasi maupun
preferensi bagi pihak diluar organisasi yang mengatur dan memiliki kewenangan
mengatur organisasi. Istilah kepentingan organisasi hanyalah merupan kumpulan
kepentingan anggota dalam organisasi itu,
ketimbang menjalankan visi organisasi itu.
Perlu di sadari bahwa anggota dalam
organisasi mempunyai kepentingan untuk bertindak memaksimalkan:
-
Memajukan
karir personal dalam organisasi
-
Membesarkan
kepentingan personal di luar struktur organisasi (korupsi)
-
Respek
dan memegang kejujuran dalam anggota profesi
-
Berupaya
mencari tujuan dari program dan kegiatan
-
Menguatkan
posisi, hak untuk mengatur dan sumberdaya organisasi.
Kebijakan
pimpinan dan hak-hak yang dimilik oleh personal dalam organisasi pada level
tertentu itulah yang mempengaruhi bagaimana organisasi berjalan. Orientai pimpinan dalam
organisasi pengelolaan sumberdaya alam memiliki dampak yang sangat besar
terhadap pilihan kebijakan dan perencanaan organisasi, sedangkan orientasi
kepentingan personal dalam organisasi akan mempengaruhi implementasi
perencanaan dari sebuah kebijakan.
Dengan begitu, keberadaan kepentingan mencitpkan berbagai peluang
masalah principal- agent yang terjadi
pada sebuah level. Principal- agent teori adalah sebuah intrumen bagaimana agent mau
melaksanakan kepentingan principal. Namun yang menjadi masalah adalah siapakah
sebenarnya principal dari pengelolaan sumberdaya alam itu?. Ini yang tidak jelas dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Apakah principal itu
adalah pemerintah, public, atau justru ekosistem itu sendiri?. Ini juga masalah yang kompleks dan perlu
dicatat bahwa masalah principal - agent sesungguhnya bukanlah masalah yang
sederhana yang hanya memberi insentif kepada ageny atau principal. Masalah lain adalah seringkali agen itu
memiliki banyak motif dan kepentingan. Oleh karena itu principal harus punya
strategi bagaimana agent mau melaksanakan kepentingan principal.
Kepentingan
Organisasi dan Persaingan Kewenangan
Orientasi lembaga dapat mendorong
organisasi untuk mengekstraksi sumberdaya secara semberono. Personal dalam
lembaga utamanya yang berada pada level atas dapat mempengaruhi kepentingan
organisasi dan mereka cenderung memperluas kewenangan organisasi. Persaingan kewenangan antar lembaga
menyebabkan over eksploitasi sumberdaya alam. Dalam teori institusi bahwa
ketidakjelasan kewenangan itu merupakan masalah mendasar yang mempengaruhi
kelestarian sumberdaya. Dalam
pengelolaan sumberdaya alam terkait dengan eksploitasi, mereka yang terlibat
dalam lembaga itu sibuk mengambil bagian dalam eksploitasi sumberdaya
alam.
Penutup
Organisasi
pengelola sumberdaya alam sesungguhnya mengalami masalah yang kompleks dan
multi kepentingan sehingga ini disinyalir menjadi penghambat bagi kelestarian
sumberdaya alam di Indonesia.