Minggu, 15 Maret 2015

Masalah dan Perilaku Organisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam



Oleh Sudirman Dg. Massiri

Di Indonesia, sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh Negara, dengan harapan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak secara berkelanjutan. Kenyataannya, harapan itu tidak semudah untuk dicapai, malah kepemilikian sumberdaya alam oleh Negara banyak juga yang rusak. Ini menguatkan bahwa sumberdaya alam atau buatan sesungguhnya dapat dimiliki secara pribadi, kelompok, atau pemerintah. Apapun organisasi pengelola sumberdaya alam memiliki masalah, baik itu pemerintah yang ada di daerah, BUMN sekalipun, yang disebut sebagai masalah organisasi.
Kali ini akan saya uraikan masalah organisasi yang bertalian dengan pengelolaan sumberdaya alam dan bagimana organisasi dan personal yang ada dalam organisasi itu berperilaku. Teori organisasi dapat membantu membimbing pengelolaan sumberdaya alam, dalam hal: 1.) Mengungkapkan potensi perubahan dan 2). Mengingatkan kemungkinan kegagalan subuah perubahan. Teori organisasi dapat menjelaskan dan membantu mengatasi praktek dan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak optimal dan tidak berkelanjutan. 
Dari sudut pandang organisasi terdapat enam masalah yang terkait dengan organisasi dan pengelolaan sumberdaya alam, yakni:
1.      Doktrin sesaat. Pengelolaan sumberdaya alam terkadang hanya focus pada kelestarian produksi atau memaksimumkan nilai tambah dan seolah mengabaikan atau melupakan ekosistem yang memiliki kompleksitas.
2.      Horizon waktu yang singkat. Organisasi pengelola terkadang hanya fokus pada capaian-capaian jangka pendek dan kinerja yang diukur hanyalah capaian jangka pendek. Padahal pengelolaan sumberdaya alam itu bersifat long term. Personal dalam organisasi pengelolaan sumberdaya alam memiliki horizon waktu yang singkat untuk memajukan karir mereka, dan di sisi lain  mereka juga dituntut  mengelola sumberdaya alam untuk jangka panjang. Orientasi karir personal dalam organisasi juga seringkali menghambat organisasi itu mampu belajar. Individu bahkan unit kerja memiliki orientasi jangka pendek karena kinerja organisasi jangka panjang cenderung tidak dihargai.
3.      Kontrol pemerintah yang bias. Di Indonesia,  kita bisa melihat pemerintah mengambil alih kontrol yang cukup besar dalam pengelolaan sumberdaya alam. Padahal kalau kita mau jujur kapasitas kontrol pemerintah sesungguhnya lemah juga, dan jika pemerintah itu mau meningkatkan kapasitas kontrolnya,  bisa jadi enforcement cost menjadi  tinggi bahkan lebih tinggi dari apa yang dia dapat dari sumberdaya alam itu. Kita bisa lihat pengelolaan Taman Nasional yang mengandalkan kekuatan kontrol pemerintah, kenyataannya banyak  taman nasional yang rusak. Selama ini kita mengabaikan kekuatan masyarakat lokal dalam mengontrol sumberdaya alam secara murah.
4.      Pengurangan keanekaragaman. Kebijakan yang dibuat pemerintah bersifat homogen (one size fits all) padahal situasi masalah dari  sumberdaya alam itu beranekaragam. Artinya, Satu kebijakan, selama ini, dibuat untuk mengatasi beragam situasi sumberdaya alam. Semestinya kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Sulawesi berbeda dengan di Jawa dan di daerah lain karena tiap daerah pastilah memiliki situasi masalahnya berbeda.
5.      Tidak mengakui kegagalan kebijakan. Walaupun kebijakan yang dibuat pemerintah tidak dapat mengatasi situasi masalah, tetapi sulit baginya untuk mengakui kegagalan itu.
6.      Penegakan hukum yang lemah. Banyak ilmuwan yang telah menemukan bahwa prasyarat kelestarian sumberdaya alam adalah keberadaan penegakan hukum yang kuat. Tetapi ketika ini dicederai maka pengelolaan sumberdaya alam itu tidak dapat berkelanjutan.
Dari uraian di atas,  Sesungguhnya terdapat dua masalah pokok, jika dikelompokkan, yang dihadapi organisasi pengelola sumberdaya alam, yakni masalah kompleksitas dan ketidakpastian, dan masalah kepentingan baik itu kepentingan individu dalam organiasi maupun kepentingan organisasi itu sendiri. Berikut ini akan diuraikan.

Kompleksitas dan Ketidakpastian
Kompleksitas menimbulkan sejumlah kesulitan bagi organisasi yang diberi mandat mengelola sumberdaya alam. Di dalam kompleksitas itu dapat menimbulkan ketidakpastian. Namun, ketidakpastian tidak selalu berasal dari kompleksitas. Kompleksitas menjadi masalah sendiri bagi organisasi untuk memahami masalah-masalah ekosistem dan sistem sosial yang mempengaruhi  tindakan organisasi, melemahkan control organisasi, dan menimbulkan konflik intra organisasi. Organisasi mengatasi kompleksitas melalui berbagai bentuk, struktur dan adaptasi, termasuk departemenisasi, spesialisasi, perencanaan strategi dan lain. Masalah yang kompleks itu pada akhirnya dibuat menjadi sederhana supaya lebih mudah dikelola, meskipun fakta yang dihadapi sesungguhnya tetap kompleks. Organisasi seringkali gagal mengatasi situasi yang komplek ini. Untuk memahami kompleksitas yang dihadapi oleh organisasi, dibagi empat aspek kompleksitas:
-          Kompleksitas tujuan,
-          Kompleksitas prosedur intra organisasi
-          Kompleksitas system dalam pengelolaan
-          Kompleksitas doktrin dan pendekatan
Simplifikasi dari aspek yang kompleks di atas akan menyebabkan penyimpangan kebijakan dan prakteknya. Oleh karena itu, persyaratan pembangunan berkelanjutan memerlukan keseimbangan tujuan dan pembelajaran secara terus menerus khusunya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat trade off,  dan menyadari bahwa penyederhanaan tujuan adalah ancaman langsung terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan. Meskpun begitu, upaya untuk mengurangi kompleksitas yang terjadi dalam organisasi adalah melalui koordinasi, departemensasi, spesialisasi yang tentunya membutuhkan koordinasi yang tinggi.  Koordinasi itu memerlukan kompleksitas prosedur intra organisasi .
Sejauh ketidakpastian membutuhkan adaptasi, maka organisasi lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan kapasitas untuk belajar.  Akan tetapi, kepentingan organisasi tertentu akan menimbulkan pola belajar yang keliru.  Contohnya adalah penguasaan sumberdaya alam oleh pemerintah di Indonesia dan banyak di Negara berkembang, menyebababkan kerusakan sumberdaya alam tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan organisasi pemerintah yang mampu belajar dari kegagalan itu dan justru masih mempertahankan pola lama untuk mengatasi situasi tersebut. Sebenarnya ini masalah  kompleks sehingga memerlukan  proses belajar dan adaptasi.

Kepentingan Individu
Dalam teori organisasi telah diungkapkan bahwa aktor  yang terlibat dalam organisasi mengejar kepentingan baik melalui mandat organisasi maupun preferensi bagi pihak diluar organisasi yang mengatur dan memiliki kewenangan mengatur organisasi. Istilah kepentingan organisasi hanyalah merupan kumpulan kepentingan anggota dalam organisasi itu,  ketimbang menjalankan visi organisasi itu.
Perlu di sadari bahwa anggota dalam organisasi mempunyai kepentingan untuk bertindak memaksimalkan:
-       Memajukan karir personal dalam organisasi
-       Membesarkan kepentingan personal di luar struktur organisasi (korupsi)
-       Respek dan memegang kejujuran dalam anggota profesi
-       Berupaya mencari tujuan dari program dan kegiatan
-       Menguatkan posisi, hak untuk mengatur dan sumberdaya organisasi.
Kebijakan pimpinan dan hak-hak yang dimilik oleh personal dalam organisasi pada level tertentu itulah yang mempengaruhi bagaimana organisasi berjalan.   Orientai pimpinan  dalam  organisasi pengelolaan sumberdaya alam memiliki dampak yang sangat besar terhadap pilihan kebijakan dan perencanaan organisasi, sedangkan orientasi kepentingan personal dalam organisasi akan mempengaruhi implementasi perencanaan dari sebuah kebijakan.  Dengan begitu, keberadaan kepentingan mencitpkan berbagai peluang masalah principal- agent yang terjadi pada sebuah level.  Principal- agent teori adalah sebuah intrumen bagaimana agent mau melaksanakan kepentingan principal. Namun yang menjadi masalah adalah siapakah sebenarnya principal dari pengelolaan sumberdaya alam itu?.  Ini yang tidak jelas dalam pengelolaan sumberdaya alam.  Apakah principal itu adalah pemerintah, public, atau justru ekosistem itu sendiri?.  Ini juga masalah yang kompleks dan perlu dicatat bahwa masalah principal - agent sesungguhnya bukanlah masalah yang sederhana yang hanya memberi insentif kepada ageny atau principal.  Masalah lain adalah seringkali agen itu memiliki banyak motif dan kepentingan. Oleh karena itu principal harus punya strategi bagaimana agent mau melaksanakan kepentingan principal.
Kepentingan Organisasi dan Persaingan Kewenangan
Orientasi lembaga dapat mendorong organisasi untuk mengekstraksi sumberdaya secara semberono. Personal dalam lembaga utamanya yang berada pada level atas dapat mempengaruhi kepentingan organisasi dan mereka cenderung memperluas kewenangan organisasi.  Persaingan kewenangan antar lembaga menyebabkan over eksploitasi sumberdaya alam. Dalam teori institusi bahwa ketidakjelasan kewenangan itu merupakan masalah mendasar yang mempengaruhi kelestarian sumberdaya.  Dalam pengelolaan sumberdaya alam terkait dengan eksploitasi, mereka yang terlibat dalam lembaga itu sibuk mengambil bagian dalam eksploitasi sumberdaya alam. 

Penutup
Organisasi pengelola sumberdaya alam sesungguhnya mengalami masalah yang kompleks dan multi kepentingan sehingga ini disinyalir menjadi penghambat bagi kelestarian sumberdaya alam di Indonesia.

Bahan bacaan utama: Acher W. 2000. Applying classic organization theory to sustainable Resource and enrironmental management. 5 Th annual colllquium on environmental law &Institution, April 27-28,2000. Terry Stanford Institute of Public Policy, Duke University.